Single origin adalah istilah yang akrab dengan era gelombang kopi ketiga. Tapi, sesungguhnya apa single origin itu?
single origin sebenarnya bukan istilah yang asing lagi di jaman third wave seperti sekarang, namun faktanya nggak semua penggemar kopi ternyata benar-benar mengerti istilah ini. Belum lama ini saya ketemu seorang penggemar kopi konvensional garis keras (baca: penyuka kopi hitam, kental, tanpa campuran apa-apa) yang sepertinya sudah mafhum betul tentang minuman ini—saya sampe segan. Ehehe. Ketika mengobrol tentang tren pergerakan kopi, ia justru tidak tahu. Oke, itu kejutan.
Sebuah analogi yang umum terjadi juga bisa seperti ini: seandainya kita menyajikan 8 cangkir kopi manual brew berbeda di meja yang sama trus disajikan kepada mereka yang belum mengenal kopi, mungkin mereka akan menganggap semua kopi di meja itu sama. Atau, ya, paling banter ditanya, “itu kopi, ya? Kok warnanya nggak hitam?”. Lol. Tapi coba misalnya dikasih ke mereka yang sudah terbiasa dengan manual brew, tentu persepsinya akan berbeda. Setiap cangkirnya akan terasa tak sama meski warnanya serupa. Kenapa bisa kayak gitu? Ya, itulah keajaiban single origin yang sedang kita bicarakan ini. Ehehe.
Penjelasan sederhananya, single origin adalah sumber wilayah pertama dimana kopi itu berasal. Kebalikan dari single origin adalah (kopi) blend yang juga banyak digemari. Kopi blend adalah jenis yang mengombinasikan biji kopi dari berbagai area berbeda untuk mendapatkan citarasa yang diinginkan. Misalnya, ada peminum kopi yang nggak suka karakter terlalu bitter tapi juga nggak terlalu doyan rasa yang ringan dan fruity, jadi pilihan yang dirasa cocok adalah dengan mencampurkan kopi Gayo dengan Java. Misalnya.
Sementara single origin umumnya selalu berakar kepada satu wilayah spesifik dan nggak bisa direkayasa, bagaimanapun.

Single origin bisa berarti wilayah darimana kopi itu berasal
Jika kita ngomongin tentang dunia kopi, atau wilayah penanaman kopi, maka ruang lingkupnya akan luas sekali. Ada cukup banyak Negara di dunia ini yang menghasilkan kopi sehingga kalau ditanya “itu kopi apa?” dan hanya dijawab “kopi Arabika” tentunya nggak akan relevan lagi di jaman third wave yang serba spesifik ini.
Masing-masing negara penghasil kopi, berikut regionalnya, tentunya memiliki teknik menanam kopi, berikut varietas favoritnya masing-masing. Jika di Indonesia varietas yang umum adalah Arabika, di Afrika bisa saja Bourbon, di Amerika Latin adalah Caturra, dan sebagainya. So, single origin di sini pun “fungsinya” menyempitkan asal dan varietal kopi-kopi yang ragamnya luar biasa banyak itu lalu membuatnya khas, partikular dan khusus. Dengan kata lain, single origin di sini berbicara tentang area, wilayah atau daerah spesifik yang digunakan sebagai tempat menanam kopi itu. Kopi Gayo, Sidikalang, Java, Flores, Papua adalah beberapa contohnya.

Selain area, single origin juga bisa berasal dari satu pertanian khusus atau daerah yang berada di sekitar areal pertanian kopi tersebut. Misalnya, kopi Costa Rica single origin Las Lajas Perla Negra*). Kopi ini berasal dari satu perkebunan besar Las Lajas yang dimiliki oleh keluarga The Chacón Solano. —Well, biasanya (tapi nggak selalu) kopi-kopi dari Amerika Latin kebanyakan memang berasal dari satu pertanian besar.
Di luar itu, single origin pun bisa juga berasal atau mengacu kepada koperasi dimana kopi itu dikumpulkan dan diolah. Misalnya Negara-negara Afrika seperti Ethiopia dan Kenya yang kebanyakan para petaninya bekerja di pertanian kecil. Sepanjang kopi-kopi itu diproses dan diolah dalam washing station atau pusat yang sama, maka itu juga bisa berarti single origin.
Single origin juga bisa berarti sebuah varietal, jenis atau mutasi tertentu
Di beberapa perkebunan kopi di Amerika Latin, para petani besarnya sudah mulai mengembangkan varietal baru di luar varietas yang ada selama ini. Jika selama ini Geisha dari Panama atau caturra dianggap andalan dari Amerika Latin, maka belakangan jenis itu pun dirasa kurang cukup. Eugenioides adalah salah satu varietal baru yang dikembangkan di sana. So, varietal ini pun kemudian disebut dengan single origin.
Contoh lain yang paling gampang ditemui adalah “kasusnya” peaberry. Kopi peaberry adalah hasil mutasi natural yang bisa ada di pohon kopi tanpa memandang darimana asal kopi itu. Bentuknya yang berbiji tunggal dianggap salah satu keistimewaan yang membuat karakter rasanya lebih intens mengingat bijinya yang konon lebih mudah di-roast. Masalahnya, kita nggak bisa menentukan di pohon apa atau seberapa banyak peaberry ini akan terkumpul. Bisa dibilang, kemunculannya random di pohon kopi. Dan biasanya peaberry ini akan dikumpulkan pada saat proses pengolahan kopi dan pemilahan. So, peaberry bisa saja “berasal” dari Sidikalang, Java atau bahkan Papua. Dan itu juga merupakan single origin.
Kenapa single origin?
Jawaban singkatnya, ya, karena kopi itu sebenarnya jauh lebih nikmat jika dicicipi sebagaimana ia adanya. Setiap kopi memiliki karakter masing-masing yang membuatnya unik dan menarik. Single origin adalah jalur yang bisa membawa kita mengecap keunikan masing-masing karakter dari kopi tersebut—menurut saya.
Selain itu, para petani kopi juga –setidaknya– akan terkena imbas positifnya juga. Kopi-kopi single origin umumnya diolah dengan serangkaian proses yang memerhatikan standar tertentu. Kalau peminatnya banyak, maka petani kopi pun jadi ikut “bersemangat” dalam mengusahakan kopinya berkualitas. Beberapa wilayah penting penghasil kopi di Indonesia sih udah mulai concern untuk memproses dan mengolah kopi (dengan benar), meski jumlahnya belum sebanyak di Amerika Latin. Ya, semoga saja di waktu mendatang Indonesia bisa menjadi (salah satu) negara penghasil single origin yang cukup diperhitungkan.
Sumber : majalah.ottencoffee.co.id
*) Costa Rica – Las Lajas Perla Negra
KOPI arabica ini berasal dari perkebunan Las Lajas yang dimiliki oleh keluarga The Chacón Solano selama lebih dari 80 tahun oleh tiga generasi. Salah satu perkebunan terbesar di Costa Rica ini bukan hanya menanam pohon kopi mereka dengan memerhatikan ‘tanggung jawab’ terhadap lingkungan dan sosial, tapi juga sangat menjaga kualitas tinggi yang dihasilkannya. Perkebunan Las Lajas berada di kaki gunung berapi Poás yang memiliki ketinggian 1,300-1,500 meter (dari atas permukaan laut) dimana wilayah ini juga merupakan daerah premium penghasil kopi specialty di sekitar region Sabanilla de Alajuela, di bagian tengah Lembah Costa Rica.
Pohon-pohon kopi perkebunan ini umumnya ditumbuhkan di bawah naungan pohon-pohon asli Kosta Rika sehingga tidak terkena paparan sinar matahari secara langsung. Proses panennya pun dilakukan secara manual dengan tangan sehingga dipastikan hanya biji yang benar-benar masak dan siap dipanenlah yang dipetik. Biji-biji kopi Las Lajas ini kemudian diproses secara perla negra (natural) dimana proses ini diyakini bisa semakin mengeluarkan rasanya yang kaya. Kopi ini memiliki ciri khas sangat unik dengan karakter seperti cherry juice dan pisang dan diselingi rasa jeruk yang agak dominan tapi halus sehingga, secara keseluruhan, kopi ini terasa juicy dan kental—kadang dengan notes hazelnut atau peach. Kopi dengan karakteristik kaya dan beragam ini akan sangat cocok bagi Anda yang menginkan sensasi ngopi tak lazim namun menyenangkan di lidah.