Tampil di World of Coffee 2019 di Jerman, kopi asal Kabupaten Bandung Barat mendapatkan sambutan yang baik dari berbagai negara. Bahkan, kopi dari tiga daerah pegunungan di Bandung Barat ini mendapatkan pesanan hingga ratusan ton.
Petani kopi yang mengikuti festival internasional tersebut, Deni Sopari mengungkapkan, kopi yang disajikan dalam kegiatan yang berlangsung pada 6-8 Juni lalu itu berasal dari Gununghalu, Gunung Tangkubanparahu, dan Gunung Burangrang. “Ada dua perwakilan dari Indonesia dalam festival tersebut yaitu kopi asal KBB dan kopi asal Flores,” ujarnya di stan bazar dalam rangkaian HUT ke-12 KBB di Ngamprah, Selasa, 18 Juni 2019.
Menurut Deni, festival kopi internasional tersebut diikuti sebanyak 36 negara. Sejumlah perwakilan dari berbagai negara menyuguhkan kopi unggulan asal negara mereka.
Tidak ada kompetisi dalam kegiatan tersebut, tetapi kopi jenis arabika asal KBB cukup mendapatkan perhatian dari sejumlah negara.
Berdasarkan laporan pascakegiatan itu, lanjut dia, pihaknya mendapatkan permintaan kopi dari belasan negara. Di antaranya, permintaan dari Jerman sebanyak 1.500 kantong (1 kantong=60 kg), Belanda 625 kantong, Rusia 450 kantong, Inggris 400 kantong, dan juga ratusan kantong lainnya dari berbagai negara Eropa, Asia, dan Timur Tengah.
“Sejumlah permintaan ini memang belum ada kontrak, itu baru laporan dari perbincangan yang terjadi selama di festival. Namun, kami harus memberikan laporan sejauh mana kesiapan kami untuk bisa memenuhi permintaan tersebut,” tutur Deni.
Dia mengakui, para petani asal KBB baru menyanggupi untuk mengirimkan puluhan ton kopi ke luar negeri. Untuk satu kilogram kopi berbentuk honey process, ditawarkan harga senilai Rp 110.000. “Harga ini masih bisa dinego, bergantung kemampuan dari pembeli di setiap negara,” tuturnya.
Deni menuturkan, saat ini kopi asal Bandung Barat dan Jawa Barat sudah diakui kualitasnya di pasar internasional. Hal ini dibuktikan melalui berbagai kompetisi kopi di tingkat dunia.
Meski demikian, dari segi pemasaran, penjualan kopi asal Bandung Barat dan Jawa Barat masih bergantung pada eksportir di luar daerah. Hal ini menyebabkan nama daerah asal kopi tersebut tidak terlalu dikenal oleh para pencinta kopi di dunia.
“Sekarang, kita masih bergantung ke eksportir asal Medan, Surabaya, dan Semarang. Jadi nama kopi dari Jawa Barat tidak muncul. Kami berharap, ada eksportir kopi asal Jawa Barat yang bisa mempromosikan kopi asal daerah ini,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Pengelolaan Destinasi Parwisata pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan KBB David Oot mengapresiasi para petani yang mengembangkan kopi, sehingga bisa menembus ekspor ke berbagai negara. Menurut dia, pihaknya akan mengembangkan kawasan kopi menjadi destinasi wisata baru.
“Ada beberapa kopi unggulan di KBB, di antaranya kopi Bursel (Burangrang Selatan) dan Kopi Tangkubanparahu yang memiliki daya tarik wisata. Sebab, areal perkebunan kopi menyatu dengan wisata alam,” ujarnya.