Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebut prospek warung kopi Indonesia sangat besar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Menurut Jokowi, produk warung kopi lokal tak kalah dari merek asing.
“Harga, saya nyoba, di sana Rp 60.000. Rasa persis sama, saya beli di Tuku Cafe, persis sama. Harganya (di Tuku Cafe) berapa? Rp 18.000. Pilih mana?” ujar Jokowi saat memberikan pengarahan kepada calon barista yang mengikuti Kelas Kopi pada Festival Terampil 2019, di Kota Kasablanka, Jakarta, Sabtu, 9 Februari 2019, seperti dikutip dari situs resmi Sekretariat Kabinet.
Selain itu, Jokowi bercerita pernah mendapati kopi dengan harga yang lebih murah lagi, yaitu Rp 4.000 saat bertandang ke Tulungagung, Jawa Timur. Saat ini, ujar Jokowi, warung kopi lokal sudah jelas bisa bersaing dari segi harga. Persoalannya kini tinggal urusan kualitas yang perlu dijaga.
Jokowi menyarankan agar kualitas kopi bisa konsisten sama meski diambil dari berbagai daerah, mulai dari Papua, Sumatera, Jawa, hingga Sulawesi. “Pilih, kalau sudah dalam negeri digarap bareng-bareng, baru masuk ke pasar internasional.”
Jokowi mengatakan saat ini pertumbuhan warung kopi sedang tinggi, sejalan dengan konsumsi kopi dunia yang melonjak hampir 20 persen. Artinya, kata dia, peluang perkembangan warung kopi ke depannya akan semakin terbuka lebar. “Bapak, Ibu, bisa mempergunakan peluang ini untuk menjadi barista, setelah itu memiliki warung kopi sendiri, setelah itu buka di negara lain,” kata Jokowi.
Masih dalam festival yang bergerak untuk kreatifitas ekonomi anak muda itu, Jokowi juga sempat mengikuti kelas kopi. Didampingi seorang instruktur, Jokowi yang mengenakan celemek cokelat nampak tertarik saat diminta menyajikan kopi.
“Yang paling penting, bagaimana kopi ini membuka lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya,” ujar Jokowi. Jokowi nampak mencoba tiga jenis kopi yang menjadi materi pelatihan. Tak hanya belajar membedakan jenis kopi, Jokowi juga diajari cara menghirup kopi dan sempat mencicipi kopi.
Tampak hadir dalam kesempatan itu antara lain Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, dan Koordinator Staf Khusus Presiden Teten Masduki.